Jumat, 04 Agustus 2017

Sadis, ibu di Kalimantan menangis anaknya 'dipaksa' hidup di hutan


DEPOK (Flores Akademia) - Seorang ibu di sebuah wilayah di Kalimantan menangis histeris karena anaknya diambil paksa dari rumah oleh sebuah organisasi orang utan. Kejadian ini mengundang reaksi warga setempat karena orang utan bertahan dan memeluk erat ibunya, tak sudi dipisahkan untuk hidup mengembara di hutan.

Situs berita PROKAL.co menggunggah video kejadian mengharukan ini di laman facebook dan publik di media sosial (medsos) pun bereaksi, muncul pro dan kontra.

Ibu yang memelihara orang utan sejak bayi di tengah isak tangis berusaha bicara, tapi aktivis perlindungan satwa alam yang juga wanita itu tak bergeming. Aktivis itu justru memastikan bahwa orang utan sebaiknya berada di tempat yang tepat.

"Saya pelihara dia sejak bayi, kami tidur sama-sama, saya perlakukan sama seperti anak sendiri, makan, minum susu, sama-sama dengan anak-anak saya, saya sayang sekali dia," ujar ibu dalam nada syhadu sambil terus mengusap air matanya. Semalaman, bersama suami, ibu ini tak bisa tidur, karena besok hari anak mereka (bukan orang utan lagi) yang sudah berusia 3 tahun harus dijemput dan dipisahkan untuk selamanya.

Mestinya akan lebih adil (fair) jika aktivis satwa alam mencari clue (petunjuk) dari bahasa isyarat atau bahasa tubuh (gesture) orang utan, dan memberi kesempatan kepada orang utan tadi untuk buat pilihan sendiri.

Seandainya orang utan bisa ngomong? Ibunya tentu sangat menderita dan kehilangan, sambil berdoa anaknya lebih bahagia di habitat alami (hutan). Semoga anaknya ini tidak diculik para pemburu orang utan, tidak juga sakit batuk akibat asap dari terbakarnya hutan Kalimantan.

Para pemburu tidak secara khusus mencari orangutan, fokus untuk mencari daging. Tetapi jika orangutan ditemukan, mereka dibawa untuk dijual sebagai hewan peliharaan. Memelihara kera besar juga dilihat sebagai "simbol status" diantara kelas yang kaya, kata Freund.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar