Senin, 07 November 2016

MARI JAGA BANGSA INI

Oleh Valens Daki-Soo

*Catatan Demo 4 November 2016 tuntut Ahok, Gubernur DKI Jakarta

SITUASI demo yang sempat berujung rusuh telah dikendalikan aparat dengan cepat di lapangan. Peristiwa hari Jumat (4/11/2016) itu bikin kita perlu konsolidasi lalu berupaya tumbuh sebagai bangsa yang lebih 'sehat' dan bermartabat.

Demo tersebut mestinya berakhir dengan damai. Namun, terindikasi ada tiga titik yang hendak 'digoyang' (oleh penyusup?) agar terjadi benturan dengan aparat. Jika jatuh korban, itu dijadikan alasan untuk terus melakukan 'perlawanan'. Atau jika rusuh lebih lama dengan banyak korban, delegitimasi pemerintahan bahkan penumbangan Jokowi menjadi lebih mudah dilancarkan.

Demo memang hal biasa. Menjadi soal kalau demo itu misalnya ditumpangi orang-orang "nekat", yang karena 'cuci otak' menganggap pemerintah sebagai "thogut" (setan). Apalagi jika kawin kepentingan dengan pihak yang punya agenda tertentu, atau mereka yang 'kecewa' kepada rezim yang berkuasa saat ini, atau mereka yang begitu kuat dirasuki hasrat berkuasa. Menunggangi kegiatan 'bela agama' dengan interes politik kekuasaan tentu tidak pantas.

Gara-gara kasusnya Ahok

Oleh Muksin Kota Al Florezy

Gara-gara kasusnya Ahok, saya jadi gatal ingin utak-atik lagi otak yang sebelum-sebelumnya pernah disusupi materi kuliah seputar linguistik. Menarik memang untuk menelisik "sesuatu" yang tersembunyi dibalik pernyataan Ahok itu.

Sepertinya, pada tataran sintaksis (ilmu tata kalimat) dan semantik (ilmu tentang makna) tidak ada persoalan serius. Sebab, sejauh yang saya ketahui, sumber perkara yang kemudian bermuara pada kasus penistaan agama lebih terfokus pada pengaitan kalimat yang diucapkan Ahok dengan konteks; dalam hal ini pragmatik menjadi ilmu bahasa yang bertanggung jawab mengurusnya.

Ditengarai, ilmu bahasa inilah yang menjadi palu oleh sebagian kalangan untuk memvonis Ahok atas tuduhan penistaan agama.

Ada faktor-faktor di luar bahasa yang tidak cukup jika hanya mengandalkan pisau pragmatik. Kenapa demikian? Secara sederhana, pragmatik ini menitik-beratkan kajian terhadap hubungan kalimat dengan konteks di mana peristiwa komunikasi itu berlangsung (situasional).